CERITA SI RIYUJI
#teenlit
#ryuji
.
.
.
RYUJI
Alarm berbunyi tapi badan masih malas untuk gerak, masih betah meringkuk di bawah selimut.
"Anye bangun! Anak perawan jam segini masih ngumpulin iler, malu sama ayam!"
Itulah bunyi alarmku tiap pagi, alarm tanpa baterai yang bisa nyetel suara kencang bagaikan toa.
"Lima menit lagi bun," sahutku malas.
Bugh!
Sabetan bantal meluncur di punggungku.
"Aduh, ampun bun, cius ini bangun kok."
"Kebiasaan yak, anak gadis yang lain kagak ada yang tingkahnya kayak gini, jam segini mereka udah pada wangi siap sekolah nah ini masih bau iler, gusti..."
"Omelan bunda memang ngangenin."
Kupeluk tubuh bundaku sekalian modus ngerayu dikit biar nggak kena marah lagi.
"Buruan mandi!"
Ngacir aja deh, cus ke kamar mandi.
Seragam udah rapi, sepeda BMX udah siap, tas sekolah siap tenteng, eh ada yang kurang.
"Nih, udah kebaca pasti minta uang saku, kalau ginian aja gercep," omel bundaku.
"Cie, tahu gercep darimana bun? Udah kayak anak muda aja."
Kucium tangannya, ucapkan salam dan langsung kugowes sepeda kencang-kencang sebelum bunda ambil ancang-ancang mau ceramah lagi.
***
"Anye!"
Buset dah, nggak di rumah nggak di sekolah selalu diteriakin, kan kuping ini masih ori.
"Apaan sih?!"
Si kembar Titi dan Tita lari mengejarku sambil engap-engapan.
"Ambil nafas dulu, satu, dua, tiga, buang aja nggak usah ambil nafas lagi."
"Kamu mah gitu Nye, hosh, hosh," ucap Tita yang masih susah mingkem.
"Kamu tuh ketinggalan berita paling hits Nye," kata Titi yang masih susah nyari oksigen.
"Berita apaan sih kok sampe heboh gini?"
"Ada murid baru, cowok, cakep, artis pula."
"Artis yang lagi ngetop itu Nye," kata Tita dengan semangat 45.
"Hadeh, penting banget ya?" tanyaku sambil kabur dari mereka.
"Anye!" seru mereka kompak.
***
"Selamat pagi."
"Selamat pagi bu."
Tumben bener hari ini wajah bu Rima, wali kelasku terlihat lebih bening dari biasanya, ganti bedak kali ya.
"Anak-anak, perkenalkan ada murid baru, silahkan masuk."
"Kya!"
Teman sekelas pada heboh kayak nonton konser terutama yang cewek-cewek.
Anak laki-laki itu masuk, badannya tinggi, kulitnya bening, rambutnya klimis bener kayak mau kondangan, tapi sayang nggak bisa senyum alias terlalu kaku kayak kanebo.
"Perkenalkan namaku Ryuji, panggil saja Ryu."
"Kya!"
"Cakep banget Ya Tuhan," kata Tita.
"Aslinya lebih cakep daripada di TV," sambung Titi.
"Kalian semua salah, yang asli itu ada badaknya."
"Anye!" Lagi-lagi mereka kompak berteriak ke arahku.
"Ryu, silahkan duduk di sana."
Jari bu Rima menunjuk ke arahku.
"Wah, beruntung banget kamu Nye," seru temanku yang lain.
"Di sini bu?" tanyaku yang memang selalu duduk sendirian.
"Betul Anye, silahkan duduk Ryu."
Anak baru itu melangkahkan kakinya diikuti oleh pandangan dari teman sekelasku sampe leher mereka memanjang karena tempat dudukku ada di bagian paling belakang.
Akhirnya dia duduk di sampingku.
Buset, wangi bener baunya lama-lama bisa pusing nih kepala.
"Kenalin, aku..."
"Anye," sambar Ryu.
"Tadi bu Rima kan sudah bilang kalau aku duduk sama Anye, berarti itu nama kamu."
"Ck, pinter juga," rutukku.
"Memang udah pinter dari lahir," ucapnya datar bahkan tanpa melihat ke arahku.
Oke fix, anak ini belagu.
"Buku paketnya dikeluarkan dan buka halaman 23, silahkan dibaca dan nanti sampaikan pendapat kalian tentang tulisan tersebut."
Bu Rima langsung memborbardir dengan dengan tugas bacaan, kesukaanku.
Sepertinya sudah jadi tradisi setiap ada murid baru hebohnya bisa sampe sekelurahan tapi dalam waktu sehari dua hari aja udah ilang hype-nya.
Tapi ini beda.
"Anye, titip salam buat Ryu dong."
"Anye, tolong fotoin Ryu khusus buat aku dong."
Ogah.
Setiap ketemu sama teman-teman sekolah selalu dititipin salam atau minta fotonya Ryu katanya sih ngefans, tapi aku kan bukan emaknya, enak aja.
Bodo amat, sana bilang sendiri.
Semenjak itu setiap jam istirahat aku memilih untuk mojok di perpustakaan daripada ketemu fansnya Ryu yang barbar.
Meskipun aku dan Ryu duduk bersebelahan tapi kami nggak pernah ngobrol, belagu sih.
Negur aja nggak pernah, tiap datang, istirahat dan pulang sekolah dia langsung kabur kabarnya sih untuk menghindari fans.
Hadeh.
Jam sekolah sudah berakhir dan ada niat untuk ke perpustakaan untuk meminjam buku alias novel.
Kali ini lebih sepi dari sebelumnya, minat baca anak jaman now sangat memprihatinkan sekali.
Eh, sok bijak.
"Anye."
Gawat, udah ngumpet baek-baek masih ketahuan juga.
"Siapa tu?"
Ada suara berbisik tapi nggak ada orangnya, auto merinding.
"Ini aku."
"Si-siapa sih? Tunjukin hidungmu sini."
Ternyata itu Ryu.
"Ngapain di sini?" tanyaku.
"Aku minta tolong."
"Apaan?"
"Di sekolah sini ada pintu keluar lain nggak?" tanya Ryu.
"Mau ngapain?"
"Ssssttt." Ryu memberi isyarat untuk berbicara lebih pelan.
"Manajerku nungguin di depan gerbang sekolah tapi aku nggak mau ikut dia. Gimana, ada pintu keluar yang lain?"
"Jelas ada dong. Tapi mau kabur kemana?" tanyaku penasaran.
"Kemana aja asalkan bisa keluar dari sini."
"Oke."
Dengan gerakan ala James Bond aku menggiring artis kanebo itu ke ujung gedung sekolah yang biasanya hanya dilewati oleh para pedagang di kantin.
Setelah mengendap-endap dan mengendus-endus supaya tidak ketahuan akhirnya sampai juga.
"Nah, tinggal selangkah lagi kamu udah ada di luar sekolah, aku pergi dulu."
"Tunggu Nye."
Tangannya narik tas ranselku sampai aku berjalan mundur kayak truck pasir.
"Apa lagi sih?!"
"Punya duit nggak?"
"Ck, ngelunjak ya, dikasih hati malah minta duit."
"Aku nggak bawa cash sama sekali, pinjem dulu deh."
Kedua tangan Ryu sudah menengadah seperti anak kucing minta jatah ikan asin.
"Katanya artis tapi bokek sama kayak aku. Nih."
Satu lembar uang lima puluh ribuan sudah berpindah tangan.
"Oke, makasih Nye."
Kaki Ryu sudah keluar melangkah pergi tapi nggak sampai 3 detik dia balik lagi.
"Anye."
"Apa lagi sih?!"
Lama-lama sebel juga direcokin sama artis-artisan ini.
"Ikut yuk, aku kan belum tahu daerah sini."
"Aduh gusti..."
Omelanku jadi mirip seperti bunda kan, semua gara-gara artis kanebo ini.
Paringi sabar Anye.
.
.
.
Comments
Post a Comment