CERITA CINTA DENGAN TEMAN SEKANTOR



LOVE ME, SERSAN!

Cerita ini tayang sampai tamat di KBM App

#Cerbung_Nyemas
12_Nikah Kantor

“Ada apa, Mas?” tanyaku ketika mendapatinya yang duduk di atas karpet bulu kamar, tersenyum sendiri sambil memandangi sesuatu.

“Kemarilah!” pintanya sambil menepuk tempat di sisinya. Aku yang saat itu berdiri di depan pintu, baru dari dapur, menurut dan duduk di tempat yang dia maksud.

“Saya sedang menyiapkan berkas nikah kantor, lihat foto gandeng kita. Serasi ‘kan? Kamu cantik sekali.” Dia menunjukkan foto yang kami rekam beberapa hari lalu. Padahal foto itu sudah berulang kali dilihat. Jujur aku juga senang dengan foto itu. Dia mengenakan PDH dan aku mengenakan PSK. Aku pun setuju kalau kami terlihat serasi.

Aku tidak menyangka ternyata berkas yang diperlukan untuk menikah dengan seorang prajurit itu sangat banyak. Untuk mengurus berkas-berkas itu, aku harus kembali lagi ke Serimbu sendiri, beberapa hari setelah pulang bersamanya. Karena ternyata surat menyurat yang diperlukan tidak bisa diwakilkan pengurusanya.

Ada surat persetujuan orang tuaku, surat pernyataan aku belum menikah, surat pernyataan menetap kedua orang tuaku, surat pernyataan bahwa aku bersedia menikah tanpa paksaan, surat asal usul aku dan kedua orang tua, serta surat keterangan kedua orang tua, yang semuanya harus ditanda tangani aparat desa setempat. 

Di samping itu aku dan kedua orang tua juga harus membuat SKCK di kepolisian setempat. 

“Besok saya akan menghadap Danton dan Danki dulu untuk meminta surat permohonan ijin nikah. Saya sendiri. Kalau sudah beres, nanti baru sama kamu Yon raport,” terangnya membuat keningku mengernyit. 

“Danton, Danki, Yon raport itu apa, sih, Mas?” Istilah-istilah yang dia sampaikan asing bagiku.

Dia menatapku sebentar kemudian tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Danton itu komandan peleton, Sayang. Kalau Danki, komandan kompi. Yon raport itu nanti kita laporan ke batalyon bahwa kita akan menikah. Kita nanti menghadap perwira seksi personil, dan intel, untuk pemeriksaan litsus” paparnya cukup panjang. 

“Gak ngerti, ah,” balasku bingung.

“Ya tidak usah dipaksa mengerti. Nanti sejalan waktu juga paham sendiri, sembari dilalui dan dipelajari,” timpalnya bijak.

“Tapi kamu harus hapal pangkat saya, NRP saya, lagu hymne dan mars persit. Di sana nanti pasti ditanyakan.” Dia menatapku.

“Sudah hapal?” tanyanya.

“Sudah.”

“Coba saya mau dengar.”

“Ish, gak mau. Yang penting di sana nanti kalau ditanya, aku bisa,” tolakku.

“Mas, ….”

“Hmm ….”

“Litsus itu apa?” tanyaku.

“Litsus itu penelitian khusus. Kamu akan diuji soal pengetahuan di bidang pendidikan dan kewarganeragaan. Serta pandanganmu tentang PKI,” jelasnya. Aku mengangguk paham.

“Ribet amat mau jadi istri kamu, ya, Mas?”

“Urusannya memang sedikit ribet. Setelah yon raport nanti kita ke Kesdam, untuk pemeriksaan kesehatan. Ada banyak tes kesehatan yang harus dilalui. Tes jantung, urin, cek darah, rongten dada, juga ….” Dia menatapku sebentar, “cek segel kamu,” lanjutnya. Aku melengos mendengar kalimat terakhirnya.

“Terus ke Korem, untuk menerima pembinaan mental. Di sana nanti kita akan mendapat pembinaan, atau wejangan sebelum menikah. Ada soal tentang kepribadian dan keagamaan yang harus kita jawab. Di Korem kamu juga harus diperiksa, dalam silsilah keluarga, ada keterlibatan PKI atau tidak?” Kembali ia menjelaskan cukup panjang.

“Setelah itu, baru kita akan kembali ke batalyon. Menghadap komandan kembali untuk melaporkan bahwa syarat administrasi ini telah dilakukan. Baru boleh ke KUA. Dan kamu resmi jadi istri saya.” Dia menatapku sambil tersenyum.

“Tidak sabar rasanya untuk sampai pada bagian paling akhir,” lanjutnya. Aku terdiam sejenak setelah mendengar penjelasannya.

“Mas,” panggilku ragu.

“Hmm.” Dia masih sibuk memilah-milah berkas.

“Jika nanti ada hasil pemeriksaanku ada yang tidak sempurna bagaimana?” Aku bertanya serius dan hati-hati.

“Tidak mungkin!” bantahnya cuek, masih tetap serius dengan berkasnya. Aku menghela napas. 

“Jika, Mas ….” tekanku.

“Apa yang tidak sempurna darimu? Kamu itu terlampau sempurna untuk saya,” sahutnya.

==========

Aku duduk di salah satu kursi yang terdapat di koridor rumah sakit Kesdam Tanjungpura. Meremas-remas tangan sendiri. Serangkaian tes kesehatan telah dilakukan dan tinggal menunggu hasil. Dua jam lagi waktu yang dijanjikan untuk mengetahui semuanya. 

Ini adalah rangkaian berikutnya prosedur nikah kantor yang kami jalani. Setelah sebelumnya rangkaian di batalyon asal telah kami selesaikan.

“Kamu kenapa kelihatan tidak tenang begitu?” Dia memegang bahuku.

“Lapar?” tanyanya lagi. Wajar dia bertanya demikian karena pemeriksaan kesehatan berlangsung sejak pagi. Sedangkan ini akan memasuki waktu zuhur.

“Ayo ke kantin saja,” ajaknya sambil berdiri dan meraih tanganku. Aku menurut saja walaupun sebenarnya tidak lapar. Bahkan aku sedang tidak ingin makan sama sekali. Pikiranku resah. Harap cemas dengan hasil pemeriksaan yang akan keluar dua jam lagi.

“Kusuma!” Seseorang berpakaian loreng berjalan ke arah kami, berseru dengan ekspresi semringah.

“Ngurus lagi kamu?” tanyanya seraya melirik padaku. Keduanya bersalaman hangat. 

“Ya, doakan lancar.” Suamiku mengeratkan genggaman padaku sambil menatap sebentar. Kemudian beralih kembali pada orang tersebut. 

“Kamu dinas?” tanyanya pada laki-laki itu, yang dari nama di dadanya ku ketahui bernama Arif.

“Iya.”

“Oke, lanjutkan! Saya mau ke kantin sebentar.”

“Ya. Sukses! Jangan lupa undangannya nanti.”

“Pasti.” Keduanya kembali bersalaman dan kemudian berpisah. Aku enggan bertanya siapa laki-laki itu. Tidak penting. Gundah di hatiku lebih penting untuk ditenangkan. Mereka pasti saling kenal karena satu korp.

“Kenapa tegang sekali, Sih?” Dia menatapku heran ketika kami telah duduk di kantin. Aku tersenyum kikuk sambil menggeleng. 

“Enggak,” sahutku.

“Tapi kamu tidak seperti biasa,” bantahnya.

“Ada apa?” tanyanya lagi.

Aku kembali menggeleng. 

“Ya, sudah. Mau makan apa?” Dia mengalihkan pembicaraan.

“Minum saja, Mas,” balasku malas.

“Yakin?”

Aku mengangguk.

“Ya sudah, mau minum apa?”

“Es teh saja,” sahutku asal.

“Kamu ada masalah? Ada yang kamu sembunyikan?” tanyanya setelah menyebutkan pesanan kepada pelayan kantin.

“Hmm?” Ia bertanya tak sabar. Aku menghela napas, kemudian mengembuskannya perlahan.

“Mas, aku sudah bilang, bagaimana jika hasil pemeriksaanku ini tidak sempurna?” jawabku gusar. 

“Tidak sempurna bagaimana?”

“Aku sudah bilang bahwa aku tak seindah yang, Mas, bayangkan.”

“Siapa yang membayangkan keindahan tentangmu? Saya melihat kamu apa adanya. Indah yang ada padamu seperti yang saya lihat saat ini.”

“Mas, belum melihat semuanya.”

“Iya, memang. Setelah hari ini saya akan melihat semuanya.” Dia tersenyum tipis. Senyum khasnya selama ini. 

Aku mendengkus kesal dengan semua jawabannya. Dia tidak mengerti apa yang aku rasakan. Apa yang aku khawatirkan. Mas, andai saja kamu telah melihat semuanya, apa senyum itu tetap dapat kunikmati. Ah, membayangkan akan kehilangan senyum itu membuat hatiku sakit sekaligus rindu. Tentu saja aku akan sangat merindukannya.

“Sudahlah, tenang. Seperti apapun adanya kamu, yang kamu sebutkan tidak sempurna itu, kamu tetap sempurna untuk saya,” ucapnya tenang sambil menyesap minumannya. 

Aku berharap begitu, Mas. Namun, tetap saja ketakutan itu menyelinap. 

=========

Terasa jenuh menunggu, akhirnya dua jam berlalu juga. Aku gemetar ketika Mas Kusuma membuka amplop rangkuman hasil pemeriksaan kesehatanku. 

Jantungku berdegup tak karuan. Sama kencangnya ketika dia mendekapku erat, tapi ini tidak terasa indah. Aku tidak suka.

Dia terlihat serius membaca kata demi kata yang terdapat pada kertas putih bercap Kesdam itu. Air wajahnya datar. Dia menatapku penuh tanya.

“2P?” 

==========

Hasil pemeriksaan kesehatan calon istri prajurit :
Stakes 1 : Sehat walafiat. Tidak kurang meski seujung kuku.
Stakes 2 : Ada kurang sedikit, seperti mata minus, gigi rongak, juling
2p : The segel wes jebol
3p : Melendung

Baca kelanjutannya di kbm app, yuk

Comments